Minggu, 08 Agustus 2010

Kebijakan Implementasi Pendidikan Budi Pekerti

Oleh : Imam Nashokha, S.Pd.
Pendidik di SMPN 8 Tanjung

Pendidikan di seluruh dunia kini sedang mengkaji kembali perlunya pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti atau pendidikan karakter dibangkitkan kembali. hal ini bukan hanya dirasa oleh bangsa dan masyarkat Indonesia, tetapi juga oleh negara-negara maju. Bahkan, di negara-negara industri di mana ikatan moral menjadi semakin longgar, masyarakatnya merasakan perlunya revival dari pendidikan moral yang pada akhir-akhir ini mulai diterlantarkan.

Munculnya kurikulum budi pekerti di tingkat persekolahan merupakan salah satu indikasi bahwa pendidikan budi pekerti sebagai salah satu media untuk membentuk watak dan karakter manusia Indonesia seutuhnya dipandang sangat penting. hal ini sangat beralasan karena jika kita mau mengakui secara jujur, masalah akhlak atau moralitas bangsa saai in sedang mengalami keprihatinan. Cobalah perhatikan berbagai fenomena kehidupan di masyarakat kita. Tawuran, penyalahgunaan narkotika, kurangnya rasa hormat anak kepada orang tua, penindasan, dan perilaku-perilaku menyimpang lainnya! Semua itu terjadi sebagai akibat dari merosotnya penghayatan masyarakat terhadap nilai-nilai budi pekerti yang bersumber dari agama maupun budaya luhur bangsa.

Untuk itulah, sebagai upaya mengimplementasikan pendidikan budaya dan karakter bangsa dengan metodologi pendidikan harus memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti, dan kecintaan terhadap budaya bangsa-bahasa Indonesia, Kabupaten Tabalong mengeluarkan kebijakan daerah melalui SURAT EDARAN BUPATI TABALONG Nomor B-545/DIK/UM/421/07/2010 tentang Pendidikan Akhlak Mulia dan Budi Pekerti, mulai tahun pelajaran 2010/2011 semua Sekolah/Madrasah mulai menerapkan Pendidikan Akhlak Mulia dan Budi Pekerti sebagai mata pelajaran tersendiri dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran/minggu.

Pembentukan dan penanaman nilai-nilai kehidupan dalam kegiatan pembelajaran, dituntut untuk keterlibatan dan kerja sama dari semua pihak. Khususnya bagi seorang guru atau pendidik untuk proses penanaman nilai ini dituntut adanya keteladanan.

Berkaitan dengan materi dan isi dari nilai-nilai yang akan ditanamkan, seorang guru yang sekaligus berperan sebagai pendidik dituntut untuk kereatif. kreatif menemukan kemungkinan untuk menawarkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Kreatif untuk berinisiatif untuk tekun mengolah perkembangan dan tuntutan yang ada tanpa meningalkan inti ajaran hidup. Hal ini berarti juga bahwa seorang guru harus terus-menerus belajar tentang makna hidup itu sendiri. (okha24)

Sabtu, 07 Agustus 2010

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sebagai Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru

Oleh : UD. Sukmana

Abstrak
Program pembinaan tenaga kependidikan biasanya diselenggarakan atas asumsi adanya berbagai kekurangan dilihat dari tuntutan organisasi, atau karena adanya kehendak dan kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang di kalangan tenaga kependidikan itu sendiri. Dari berbagai cara membina dan mengembangkan tenaga kependidikan baik dalam bentuk penyegaran (refreshing) maupun peningkatan kemampuan (up grading), MGMP dengan komitmen kebersamaan (collaborative effort) guru mata pelajaran dalam satu rumpun keilmuan dengan kontinuitasnya daharapkan mampu berperan dalam meningkatkan profsionalisme guru.
 
Pendahuluan
Secara umum setiap tindakan, aktivitas dan upaya yang dilakukan oleh seseorang baik secara individual, kelompok maupun dalam masyarakat, lembaga atau instansi pemerintahan maupun swasta, selalu berkaitan erat dengan tujuan, pedoman, dasar, idealisme, sarana dan prasarana, waktu. Kemampuan, situasi dan kondisi yang merupakan aspek penting yang harus diperhitungkan agar tindakan atau perbuatan dimaksud berhasil dengan memuaskan. Demikian pula dalam usaha menciptakan pendidikan bagi warga suatu bangsa tertentu.

Pemerintah atau pengelolaan pemerintah selalu berpijak kepada cita-cita, kebutuhan, filsafat hidup yang dianut oleh bangsa dari negara bersangkutan. Dasar atau tempat berpijak untuk melaksanakan perbuatan tersebut juga berkaitan erat dengan dimensi waktu, yaitu pada saat tindakan atau perbuatan dimaksud dilaksanakan, baik yang terjadi pada saat sekarang maupun pada waktu yang akan datang. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa usaha menciptakan pendidikan yang tepat, dalam arti dapat memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat, pengelolaan pendidikan selalu berorientasi pada adanya perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada setiap waktu. Perubahan-perubahan dimaksud dapat terjadi pada lingkungan sekitar, daerah yang agak luas, dalam negeri maupun di luar negeri. Pada umumnya perubahan yang terjadi dan mempengaruhi pendidikan disebabkan adanya perubahan politik, sosial, kemajuan, teknologi, dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Berkaitan dengan aktivitas atau perbuatan pendidikan sebagaimana dimaksudkan di atas, M.I. Soelaeman (1988 : 4) dalam perkembangan teori pendidikan yang dikemukakan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia terdapat dua cara memandang perbuatan pendidikan, yaitu :
a. Pandangan unsuriah yang memandang perbuatan itu molekul, sehingga untuk memahami benar-benar suatu perbuatan tertentu dipandang perlu identifikasi unsur-unsur yang terkecil dan kemudian dikaji corak pertautannya satu sama lain, dengan kata lain, perbuatan termasuk juga kedalamnya perbuatan pendidikan merupa kan suatu kumpulan dari unsur-unsur perbuatan tertentu sehingga merupakan suatu kuantitas. Pandangan ini memberikan kesempatan bagi suatu pendekatan kuantitatif terhadap perbuatan termasuk perbuatan keguruan/pendidi kan.

b. Pendekatan holistik, yang memandang suatu perbuatan itu secara moler, artinya sebagai keseluruhan. Untuk memahami suatu perbuatan termasuk perbuatan pendidikan tidak cukup dengan hanya memahami suatu perbuatan yang kecil, melainkan harus melihatnya dalam konteks keseluruhan perbuatan yang melibatkan perbuatan tersebut.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa usaha menciptakan pendidikan itu pada dasarnya berusaha memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat yang berupa kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani merupakan kebutuhan dasar yang harus diupayakan sehingga dapat dipenuhi secukupnya, yaitu kebutuhan sandang, pangan, dan papan serta perlindungan badan. Sedangkan kebutuhan rohani adalah saling menghormati nilai-nilai yang dianut oleh anggota keluarga, kelompok, masyarakat dan bangsa.
Terdapat berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang pada dasarnya bertumpu pada kemampuan atau produktivitas seseorang, yaitu berupa kemampuan jasmani yang mengutamakan pada kekuatan otot, atau badan.

Disamping itu juga dapat berupa kekuatan rohani yaitu daya pikir, daya cipta, penalaran atau dapat pula dua-duanya secara serentak bekerja dan bergerak mencapai tujuan tertentu.
Pendidikan selalu berusaha agar daya atau kekuatan yang terdapat pada manusia tersebut dapat ditingkatkan dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan yang dimaksud lebih efektif dan efisien. Dengan singkat dapat menunjang upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, masyarakat dan negara.

Jelaslah bahwa pendidikan merupakan faktor utama dan pertama dalam kehidupan manusia dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, yang berlaku semenjak dalam kandungan sampai ke liang lahat. Dengan demikian pendidikan bersifat mutlak dalam kehidupan, baik dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, pendidikan harus dilaksanakan sebaik mungkin sesuai dengan kebutuhan individu, kelompok, masyarakat, negara bahkan dunia.
Keberhasilan pendidikan sangat tergantung kepada guru sebagai penggiat pendidikan yang langsung berhubungan dengan peserta didik.

Tugas utama guru adalah mengajar, maka ia harus mempunyai kewenangan mengajar berdasarkan kualifikasi sebagai tenaga pengajar. Sebagai tenaga pengajar, setiap guru harus memiliki kemampuan profesional dalam bidang mengajar dan pembelajaran.

Dengan kemam puan itu guru dapat melaksanakan perannya, yaitu (1) sebagai fasilitator, yang menyediakan kemudahan-kemudahan bagi peserta didik dalam proses belajar mengajar, (2) sebagai pembimbing, yang membantu siswa mengatasi kesulitan pada proses belajar mengajar, (3) sebagai penyedia lingkungan, yang berupaya menciptakan lingkungan yang menantang siswa agar melakukan kegiatan belajar dengan bersemangat, (5) sebagai model, yang mampu memberikan contoh yang baik kepada peserta didik agar berperilaku sesuai dengan norma, (7) sebagai motivator, yang turut menyebar luaskan usaha-usaha pembaharuan kepada masyarakat khsussunya kepada subjek didik yaitu siswa, (8) sebagai agen moral dan politik, yang turut serta membina moral masyarakat, peserta didik serta menunjang upaya-upaya pemba ngunan, (9) sebagai agen kogitif, yang menyebarluaskan ilmu dan teknologi kepada peserta didik danmasyarakat, (10), sebagai manajer, yang memimpin kelompok siswa dalam kelas sehingga proses belajar mengajar berhasil.

Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud profesionalisme tenaga pendidikan, dalam hal ini guru, adalah kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam mengelola proses belajar mengajar dan usaha-usaha yang dilakukannya dalam menjalan kan tugas dan tanggungjawabnya.

Pembinaan dan Pengembangan
Tenaga Kependidikan
Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan merupakan usaha-usaha untuk mendayaguna-kan, memajukan dan meningkatkan produktivitas kerja setiap tenaga kependidikan yang ada di seluruh tingkatan manajemen organisasi dan jenjang pendidikan (sekolah-sekolah). Tujuan dari kegiatan pembinaan ini adalah tumbuhnya kemampuan setiap kependidikan yang meliputi pertumbuhan keilmuannya, wawasan berfikirnya, sikap terhadap pekerjaannya dan keterampilan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari sehingga produktivitas kerja dapat ditingkatkan.

Suatu program pembinaan tenaga kependidikan biasanya diseleng- garakan atas asumsi adanya berbagai kekurangan dilihat dari tuntutan organisasi, atau karena adanya kehendak dan kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang di kalangan tenaga kependidikan itu sendiri. Menurut Aas Syaefuddin dan Johar Permana (1991 : 69) terdapat beberapa prinsip yang patut diperhatikan dalam penyelenggaraan pembinaan tenaga kependidikan ini, yaitu :
a. Pembinaan tenaga kependidikan patut dilakukan untuk semua jenis tenaga kependidikan baik untuk tenaga struktural, tenaga fungsional maupun tenaga teknis penyelenggara pendidikan.
b. Pembinaan tenaga kependidikan berorientasi pada perubahan tingkah laku dalam rangka peningkatan kemampuan pelaksanaan tugas sehari-hari sesuai dengan posisinya masing-masing.
c. Pembinaan tenaga kependidikan dilaksanakan untuk mendorong meningkatkan kontribusi setiap individu terhadap organisasi pendidikan atau sistem sekolah, dan menyediakan bentuk-bentuk penghargaan, kesejahteraan dan insentif sebagai imbalannya guna menjamin terpenuhinya secara optimal kebutuhan sosial ekonomi maupun kebutuhan sosial-psikologis.
d. Pembinaan tenaga kependidikan dirintis dan diarahkan untuk mendidik dan melatih seseorang sebelum maupun sesudah menduduki jabatan / posisi, baik karena kebutuhan-kebutuhan praktis yang bersifat mendesak maupun karena kebutuhan-kebutuhan yang berorientasikan terhadap lowongan jabatan/ posisi dimasa yang akan datang.
e. Pembinaan tenaga kependidikan sebenarnya dirancang untuk memenuhi tuntutan partum- buhan dalam jabatan, pengembangan profesi, pemecahan masalah, kegiatan-kegiatan remedial, pemeliharaan motivasi kerja dan ketahanan organisasi pendidikan.
f. Khusus menyangkut dan jenjang karir tenaga kependidikan disesuaikan dengan kategori masing-masing jenis tenaga kependidikan itu sendiri. Meskipun demikian, dapat saja perjalanan karir seseorang menempuh penugasan yang silih berganti antara struktural dan fungsional hingga ke puncak karirnya.

Berdasarkan pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa cara yang lebih populer dalam membina dan mengembangkan tenaga kependidikan dilakukan melalui penataran (inservice training) dan ditujukan kepada guru-guru, baik dalam rangka penyegaran (refreshing) maupun dalam rangka peningkatan kemampuan mereka (up-grading). Sebenarnya pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan ini dilakukan pula untuk tenaga-tenaga kependidikan lainnya (bukan hanya guru-guru) melalui berbagai cara. Cara-cara ini bisa dilakukan sendiri-sendiri (self propelling growth) atau bersama-sama (collaborative effort), misalnya mengi- kuti kegiatan atau kesempatan ; pre-service training, on the job training, seminar, workshop, diskusi panel, rapat-rapat, simposium, konprensi dan sebagainya.

Pembinaan Profesionalisme Guru melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
Dalam meningkatkan kemampu an profesionalime guru, tidak terlepas dari peran Dinas Pendidikan dan K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) dalam upaya menyeleng- garakan berbagai kegiatan dalam upaya peningkatan profesioanlisme guru, kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya ; seminar, lokakarya, penataran dan sebagainya.

Salah satu kegiatan yang selama ini dianggap efektif adalah melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), yang mana dalam kegiatan ini guru yang berasal dari satu rumpun (bidang studi) berkumpul untuk mendiskusikan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan bidang studi yang sama.
Dalam kaitannya dengan permasalahan di atas, Bahtiar Hasan (2002:32), mendefinisikan MGMP sebagai berikut : “Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pemantapan Kerja Guru adalah salah satu sistem penataran guru dengan pola dari, oleh dan untuk guru”.
Dari pendapat di atas jelas bahwa MGMP adalah salah satu bentuk penataran yang dilakukan oleh guru dengan pola yang dibuat oleh guru yang bersangkutan dan sekaligus mereka sebagai peserta.

Lebih jauh manfaat MGMP dikemukakan oleh Dian Mulyati Syarfi dalam Makalah Workshop TOT MGMP (2005:15), sebagai berikut
1. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) merupakan wadah yang efektif untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi guru dikelas.
2. Di MGMP guru dengan gaya mengajar yang berbeda dan menghadapi siswa yang juga berbeda dapat berdiskusi , berbagi pengalaman dan mencari solusi permasalahan yang dihadapinya di kelas.
3. Program MGMP dirancang sesuai dengan kebutuhan guru mata pelajaran dan juga disesuaikan dengan paradigma baru dibidang pendidikan.

Selanjutnya Dian Mulyati Syarif (2005 :16-18) mengemukakan tentang langkah-langkah dalam mendirikan MGMP. Langkah-langkah tersebut adalah :
1. Tetapkan terlebih dahulu :
• Kerangka Anggaran Dasar MGMP
• Nama Organisasi , Tempat kedudukan
• Dasar, Tujuan, Bentuk Kegiatan
• Keanggotaan dan Kepengurusan
• Hak dan Kewajiban Anggota dan Pengurus
• Pendanaan
• Mengumpulkan guru mata pelajaran dengan bantuan kepala Dinas Pendidikan Kota
• Memilih pengurus melalui musyawarah dan menentukan letak sekretariat
• Merancang kegiatan dan program kerja MGMP
• Mencari informasi dari berbagai sumber dan mengembangkan- nya di MGMP
• Mendata / Mencari dukungan dana dengan mengajukan proposal
• Membuat program monitoring dan evaluasi kerja dan pelaporan

2. Buat Rancangan Kegiatan
a. Melakukan reformulasi pembe- lajaran melalui model-model pembelajaran yang variatif seperti:
• Mempersiapkan Program Pengajaran dan mendiskusikan strategi alternatif pembelaja ran yang efektif
• Merancang pengembangan silabus penilaian sesuai dengan paradigma baru Pendidikan
• Merancang Lembaran Kegia- tan Ilmiah untuk tiap kompetensi dasar
• Mendiskusikan penggunaan media pembelajaran yang tepat
b. Mendiskusikan kesulitan kesu litan yang dihadapi dalam KBM di kelas yaitu:
• Menampung permasalahan
• Mendiskusikan solusinya
c. Menampung Action Research guru, dan menyediakan jadwal presentasi
d. Sosialisasi pembaharuan yang didapat oleh guru yang mengikuti penataran tingkat nasional maupun tingkat provinsi.
e. Memperluas wawasan guru dengan mendatangkan nara sumber, studi banding

Apabila dicermati lebih jauh tentang konsep MGMP di atas, nampak bahwa Musyawarah Guru Mata Pelajaran pada hakikatnya adalah peningkatan kemampuan kerja yang dalam istilah manajemen lebih dikenal dengan istilah Program Pendidikan dan Latihan.

Agar tujuan MGMP dapat dicapai, berbagai langkah perlu ditempuh dalam menentukan bentuk dan proses MGMP, hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Marwansyah dan Mukaram (2000 : 67) bahwa proses pendidikan dan latihan hendaknya dilaksanakan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Penentuan kebutuhan pendidikan dan latihan atau suatu penilaian keutuhan yang komprahensif.
2. Penetapan tujuan yang bersifat umum dan spesifik.
3. Pemilihan metode.
4. Pemilihan media.
5. Implementasi program.
6. Evaluasi program.

Dari pendapat Marwansyah dan Mukaram dapat disimpulkan bahwa proses pendidikan dan latihan yang salah satu bentuknya adalah MGMP, harus didahului oleh penentuan kebutuhan dan diakhiri dengan evaluasi program.

Kesimpulan
Guru memiliki peranan yang strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Hal itu dapat dipamami karena guru adalah profesi pendidikan yang langsung berhubungan dengan peserta didik.
Guru merupakan suatu profesi yang artinya suatu jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada peserta didik.

Perkembangan baru terhadap pandangan belajar mengajar membawa konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranan dan kompetensi nya proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa banyak ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kompetensi guru adalah melalui forum MGMP, yang mana dalam kegiatan ini guru dalam satu rumpun bidang studi dan dalam satuan wilayah tertentu, melakukan kegiatan bersama untuk meningkatkan kemampuan yang berhubungan dengan profesnya. Agar tujuan MGMP dapat dicapai dengan optimal maka beberapa hal harus menjadi pertimbangan, yaitu :1). Penentuan kebutuhan pendidikan dan latihan atau suatu penilaian keutuhan yang komprahensif. 2) Penetapan tutuan yang bersifat umum dan spesifik. 3) Pemilihan metode. 4) Pemilihan media, 5) Implementasi program, dan 6) Evaluasi program.

Melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) diharapkan kemampuan guru dapat meningkat yang pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap kinerja guru dalam menjalankan fungsinya.


Daftar Pustaka
Aas Saefudin dan Johar Permana, 1991, Administrasi Pendidikan, FIP, IKIP Bandung
Bahtiar Hasan, (2002) Perencanaan Pengajaran Bidang Studi, Jakarta, Pustaka Ramadhan.
Dian Mulyati, 2005, Workshop TOT MGMP, Makalah.
Depdikbud, Petunjuk Teknis Pelaksanaan MGMP, (2000), Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat.
E. Mulyasa, (2005), Menjadi Guru Profesional, Bandung, Remaja Rosda Karya.
Marwansyah dan Mukaram (2000), Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung, Politeknik Bandung Press.
Malayu S.P. Hasibuan, (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo.
Mathis, Robert L. dan Jackson, John H., (2002) Manajemen Sumber Daya Manusia, (terjemahan Jimmi Sadeli dan Bayu Prawira Hie, Jakarta, PT Salemba 4.

Beranda




Selamat Datang di MGMP PKn Kabupaten Tabalong, 
Kalimantan Selatan



Kabupaten Tabalong adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Tanjung. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 3.496 km² dan berpenduduk sebanyak 187.208 jiwa (2006). Motto kabupaten ini ialah Saraba Kawa (Serba Sanggup) dalam bahasa Banjar.

 

Sejarah waktu ke waktu


Gedung DPRD Tabalong di Mabuun Raya, Kota Tanjung

 

Sejarah Pembentukan Kabupaten


Pendopo Bupati Tabalong di Pembataan, Kota Tanjung
Pada tanggal 15 Maret 1958, atas permufakatan orang-orang terkemuka di Tanjung, yang di prakarsai oleh Bapak Baharuddin Akhmid yang waktu itu menjabat Asisten Wedana di Kecamatan Tabalong Selatan, maka di bentuklah Panitia sementara Penuntutan Daerah Swatantra Tingkat II Tabalong yang di susun kepengurusannya sebagai berikut:
  • Penasehat : Baharuddin Akhmid
  • Ketua : Juhri
  • Wakil Ketua : A. Salman
  • Sekretaris : Usnan. As
  • Wakil Sekretaris : Abdullah Khairul
  • Bendahara : H. Baderi
  • Pembantu Umum : As,ad
  • Anggota-anggota : A. Syamsi, H. A. Sudani, M. Salman
Setelah Panitia Sementara terbentuk, untuk kepentingan perjuangan serta terjadinya beberapa mutasi terhadap Pegawai Negeri yang sudah duduk dalam kepanitian, maka komposisi dan personalia panitia penuntut mengalami beberapa kali perubahan hingga sampai pada Panitia V, di mana orang-orang yang mempunyai andil besar dan pernah menjadi Panitia Penuntut adalah sebagai berikut :
  • Abdussyukur
  • Amir Hasan
  • A. Sajeli
  • Basuni Ulita
  • A. Husaini
  • Juhrani
  • Majedi Effendi
  • Abdurahman Hamud
  • H. Baderi
  • H. Juhri Taher
  • H. Alikurdi Almas
  • Kadirman
  • H. Abdul Gani
  • Syahrap
  • H. Kurdi
  • Yahya. Z
  • H. Imansyah
  • Hiskia Tiro
  • H. Basuni (Kepala Desa)
  • Idar
  • Masran
Tak luput pula peran media massa dan RRI Banjarmasin selalu menginformasikan segala kegiatan masyarakat Tabalong, dengan kekompakkan perjuangan Panitia dalam segala bidang, akhirnya pada tanggal 5 Mei 1959 dalam sidang Pleno terbuka DPRD Hulu Sungai Utara telah memutuskan menyetujui sepenuhnya tuntutan rakyat Tabalong agar Kewedanaan Tabalong dapat di jadikan Daerah Swatantra Tingkat II Tabalong dengan ibukota Tanjung, yang terkenal dengan resolusi tanggal 5 Mei 1959 Nomor 2/II DPRD-1959, yang isinya selain menyetujui juga mendesak Pemerintah Pusat agar tuntutan dimaksud dapat dikabulkan. Perjuangan kearah yang di inginkan terlihat adanya titik terang, langkah semakin jelas, maka di perkuat lagi kedudukan Panitia untuk melancarkan arus perjuangan, maka Panitia sebelumnya di sempurnakan lagi dengan Panitia VI sebagai berikut :
  • Ketua Umum : Juhri
  • Ketua I : M. Salman
  • Ketua II : Maslan
  • Penulis I : Usnan. As
  • Penulis II : Abdullah
  • Bendahara : Norbek
  • Pembantu-pembantu : Semua Camat Dalam Kewedanaan Tabalong, Semua Anggota DPRD Hulu Sungai Utara yang tinggal di Kewedanaan Tabalong.
  • Seksi Politik : H. Baijuri Y, Ruminto dkk
  • Seksi Bangunan : Anang Basar, Donarian dkk
  • Seksi Perencanaan : Abdurrahman Projakal dkk
  • Seksi Penerangan : A. Syamsi, Hamidhan Baseri
  • Seksi Organisasi : Makmod Asnawi, Hamad dkk
Panitia ini telah berusaha dengan sekuat tenaga dan dana uang ada, mengadakan hubungan dengan pihak Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan dengan DPRD GR-nya, serta Tokoh-tokoh politik dan Ormas yang di wakili dalam DPRD- GR Propinsi Kalimantan Selatan , agar dapat dukungan dari mereka atas tuntutan ini.
Dari adanya kegiatan tersebut serta kerja sama yang harmonis, maka dalam sidang istimewa DPRD-GR Kalimantan Selatan telah menyetujui tuntutan rakyat Tabalong, Tapin, dan Tanah Laut masing-masing dijadikan Daerah Swantantra Tingkat II.

DPRD-GR Propinsi Kalimantan Selatan mengeluarkan Resolusi yang di tujukan ke Pemerintah Pusat, memohon Pemerintah Pusat dapat menyetujui dan selanjutnya melahirkan Daerah Tingkat II. Panitia dalam usahanya memperjuangkan ketingkat Pusat telah menghubungi Gubernur Kalimantan Selatan (waktu itu) Bapak Haji Maksid, untuk memohon nasehat dan petunjuk serta doa restu untuk berangkat ke Jakarta oleh Bapak Gubernur di berikan Petunjuk-petunjuk dan sekaligus merestui keberangkatan Panitia menemui Bapak Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, sertya Pejabat-pejabat Tinggi lainnya guna menyampaikan hasrat Rakyat Tabalong di maksud.

Berangkatlah Saudara Juhri dan Usman. As masing-masing selaku ketua Umum dan sekretaris Panitia dan pula oleh Bapak Muhyar Usman selaku wakil dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Dalam waktu yang relatif singkat, rombongan Panitia telah dapat di terima oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Bapak IPIK Gandamana dalam percakapan akhir beliau mengatakan, bahwa pada prinsipnya saya dapat menyetujui tuntutan ini dan akan di ajukan pada Sidang DPR-GR yang akan datang.

Sebagai realisasi dari kunjungan Panitia, oleh DPR-GR telah mengutus ketua Komisi ” B ” yaitu Bapak I.S. Handoko Wijoyo untuk meninjau ketiga calon Daerah Tingkat II dimaksud, dalam kunjungan ke Tabalong Bapak I.S. Handoko Wijoyo mengatakan bahwa Tidak ada alasan untuk tidak menyetujui tuntutan Rakyat Tabalong ini.

Pada tanggal 5 September 1964 Kewadenaan Tabalong telah di tingkatkan statusnya menjadi Daerah Persiapan Tingkat II Tabalong dengan Kepala Kantornya Bapak Usman Dundrung Bekas Wedana Barabai. Lahirnya Undang-undang Noor 8 Tahun 1965 Tanggal 14 juni 1965, yang mendorong daerah pesiapan Tingkat II Tabalong ini di tingkatkan lagi menjadi Daerah Otonomi Tingkat II Tabalong, yang menjalankan roda Pemerintahan sendiri baik eksekutif maupun Legislatif dan untuk ini juga Pemerintah tetap di percayakan kepada Bapak Usman Dundrung.

Pada tanggal 1 Desember 1965 pukul 11.00 pagi bertempat di lapangan Giat Kota Tanjung oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Bapak Dr. Soemarno Sosro Atmodjo dengan di saksikan puluhan ribu rakyat Tabalong dan Pejabat-pejabat tinggi Kalimantan Selatan lainnya, maka papan nama yang di selubungi kain bludru hijau dengan untaian sutra kuning keemasan, telah di buka dengan resmi oleh Bapak Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dan di balik selubung yang terbuka itu terpampang kalimat yang bersenjata yang berbunyi, "DAERAH TINGKAT II TABALONG DIRESMIKAN 1 DESEMBER 1965″.

Suku bangsa

  1. Suku Banjar: 141.347 jiwa
  2. Suku Jawa: 19.924 jiwa
  3. Suku Bugis: 516 jiwa
  4. Suku Madura: 233 jiwa
  5. Suku Bukit: 1.106 jiwa
  6. Suku Mandar: 12 jiwa
  7. Suku Bakumpai: 41 jiwa
  8. Suku Sunda: 952 jiwa
  9. Lainnya: 6.575 jiwa
(Sumber: BPS - Sensus Penduduk tahun 2000)

Riwayat Nama Tabalong

Legenda tentang terciptanya nama Tabalong menurut hikayat lisan dari mulut ke mulut yang tersebar sejak tahun empat puluhan, ialah seperti yang di tulis seniman Tabalong dalam buku antologi puisi "Duri-duri Tataba" tahun 1996 yang di terbitkan Dewan Kesenian Daerah (DKD) Tabalong, menyebutkan bahwa terwujudnya sebutan Tabalong yaitu bermula dari para perambah hutan yang mencari ladang dan huma hingga kakinya terinjak duri-duri Tataba, sejenis pohon yang seluruh batangnya penuh berduri keras, jenis tanaman ini mempunyai akar tunjang dan berbuah hanya menjadi makanan burung-burung hutan. Mereka menjerit (dalam bahasa Banjar Hulu, dikatakan "Jerit" sama dengan Tahalulung atau sama dengan melolong), karena kesakitan terkena duri-duri Tataba, inilah akhirnya menjadi penyebutan "TABALONG". Artinya terinjak duri Tataba. Jadi Tahalulung menjadi nama "Tabalong".