Jumat, 10 Januari 2014

[GURU HARUS SIAP PENILAIAN KINERJA PNS DAN GURU]

Setelah sekian lama guru menikmati kesejahteraan melalui pemberian tunjangan profesi, namun tanpa menunjukkan bukti indeks peningkatan kinerjanya. Kini saatnya kinerja guru akan dievaluasi melalui program penilaian kinerja guru (PK Guru). Program PK Guru merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, dan Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara, Nomor 14 Tahun 2010 dan Nomor 03/V/PB/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, sebagai amanat Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

PK Guru adalah program Kemdiknas yang sudah berproses dari sejak awal tahun lalu (2012) dan efektifnya mulai 1 Januari 2013, awal tahun ini. Untuk kelancaran pelaksanaan PK Guru ini, jauh sebelumnya telah dilakukan sosialisasi dan bimbingan teknis kepada para pengawas sekolah, kepala sekolah, dan guru senior, yang akan menjadi penilai kinerja guru di satuan pendidikan masing-masing. Sebagaimana sosialisasi dan bimbingan teknis dalam bentuk TOT bagi Tim Inti Peningkatan Profesionalitas Pendidik dan Tenaga Kependidikan, yang diselenggarakan oleh LPMP Sulawesi Utara pada bulan Desember 2011 yang lalu. Dengan kegiatan tersebut, menunjukkan adanya persiapan dan kesiapan tim penilai yang akan melakukan penilaian kinerja guru di sekolah.

Kenyataan, belakangan ini sekolah mulai rajin dikunjungi oleh para pengawas sekolah dari Diknas Kota/Kabupaten. Tujuannya tidak lain untuk mensosialisasikan pelaksanaan program penilaian kinerja guru, sekaligus mengingatkan guru untuk mempersiapkan segala sesuatunya berkaitan dengan penilaian itu demi kepentingan kenaikan pangkat/jabatan dan kelanjutan pemberian tunjangan sertifikasi. Sementara mempersiapkan segala sesuatunya, penting bagi guru untuk mengerti kegiatan pokok dan maksud PK Guru. Adapun kegiatan pokok PK Guru, adalah menilai prestasi kerja profesi guru berkaitan dengan kedudukan, fungsi, dan peran guru sebagai agen pembelajaran.

Dalam hubungan dengan tugas pokok guru tersebut, maka beberapa aspek yang akan dinilai meliputi kompetensi guru (pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial), tugas pembelajaran/bimbingan dan tugas tertentu (tugas tambahan), serta program pengembangan diri (diklat) termasuk unsur penunjang lainnya (kualifikasi pendidikan, dll). PK Guru dimaksudkan untuk menjaga profesionalitas guru demi kepentingan pembinaan karir (kenaikan jabatan, pangkat, dan golongan), peningkatan kompetensi, dan pemberian tunjangan profesi.

Untuk itulah, tim penilai PK Guru yang telah terbentuk di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, mereka akan menilai kinerja guru baik guru PNS maupun guru bukan PNS. Sesuai buku Pedoman TOT Penilai Kinerja Guru, bahwa penilaian kinerja guru dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang profesional. Oleh karena itu, untuk meyakinkan bahwa setiap guru adalah seorang profesional di bidangnya dan sebagai penghargaan atas prestasi kerjanya, maka PK Guru harus dilakukan terhadap guru di semua satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Peluang

Dengan pelaksanaan PK Guru yang mengharuskan semua guru untuk dinilai kinerjanya, berarti terbuka peluang bagi siapa pun guru untuk mewujudkan harapannya. Bagi guru PNS, dengan penilaian kinerjanya berarti ada harapan untuk menata karir melalui upaya penjenjangan jabatan, pangkat, dan golongannya. Bahkan terbuka peluang bagi guru PNS untuk bisa meraih golongan tertinggi, yakni golongan IV/e satu tingkatan golongan tertinggi dalam jabatan fungsional guru, yang sampai saat ini belum ada satu pun guru di Indonesia yang dapat meraihnya. Bagi guru bukan PNS, pelaksanaan PK Guru berarti pula ada harapan untuk lebih meningkatkan profesionalisme, utamanya dalam rangka mengamankan tunjangan profesi dan penyesuaian angka kredit pada penetapan impassing, sebagai penghargaan atas prestasi kerja guru bukan PNS. Terkait program penetapan impassing jabatan fungsional guru bukan PNS. Hal penting dan perlu mendapat perhatian dari Pemerintah, berkaitan dengan pengaturan jabatan, pangkat, dan golongan ruang guru bukan PNS, sebagai bagian dari pelaksanaan program impassing, yang kemudian ditetapkan dalam Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dengan pemberlakukan PermenegPAN R&B No 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, diharapkan akan ada pengaturan lebih lanjut atau penyesuaian hak dan kewajiban guru bukan PNS, menyangkut jenjang jabatan, pangkat, dan golong ruang. Kalau guru PNS punya peluang untuk meraih jenjang jabatan tertinggi “Guru Utama”, sebaiknya peluang yang sama juga diperoleh guru bukan PNS yang memiliki SK Impassing. Dengan demikian sasaran penilaian kinerja guru bagi guru bukan PNS, tidak hanya dalam rangka pemberian tunjangan profesi tetapi juga pemberian angka kredit untuk kepentingan penetapan impassing jabatan fungsional guru bukan PNS. Bagi guru PNS sendiri, aturannya jelas. Di dalam Peraturan Mendiknas No. 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, pada tabel butir F (Hal. 9), jelas diuraikan tentang jenjang jabatan, pangkat, dan golongan ruang. Dimulai dari jabatan yang terendah (Guru Pertama) dengan pangkat dan golongan ruang (Penata Muda golongan III/a dan Penata Muda Tingkat I golongan III/b), sampai dengan jabatan tertinggi (Guru Utama) dengan pangkat dan golongan ruang (Pembina Utama Madya golongan IV/d dan Pembina Utama golongan IV/e).

Sekedar gambaran, dilihat dari persyaratan angkat kredit kenaikan pangkat/jabatan, untuk: 1) Guru Pertama pangkat Penata Muda golongan III/a dengan persyaratan angka kredit kumulatif minimal 100, perjenjang 50, Penata Muda Tingkat I, III/b kumulatif minimal 150 perjenjang 50; 2) Guru Muda pangkat Penata III/c kumulatif minimal 200 perjenjang 100, Penata Tingkat I, III/d kumulatif minimal 300 perjenjang 100; 3) Guru Madya pangkat Pembina, IV/a kumulatif minimal 400 perjenjang 150, Pembina Tingkat I, IV/b kumulatif minimal 550 perjenjang 150, Pembina Utama Muda, IV/c kumulatif minimal 700 perjenjang 150; 4) Guru Utama pangkat Pembina Utama Madya IV/d kumulatif minimal 850 perjenjang 200 dan Pembina Utama IV/e, dengan persyaratan angka kredit kumulatif minimal 1.050, perjenjang 200.

Dalam hubungan itu, maka sebagaimana diatur dalam Permen bahwa jumlah angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru dengan ketentuan: a) paling sedikit 90 % angkat kredit berasal dari unsur utama, meliputi pembelajaran/bimbingan, pengembangan diri, dan publikasi karya inovatif; dan b) paling banyak 10 % angka kredit berasal dari unsur penunjang, meliputi gelar/ijazah, pembimbingan siswa, pengawas ujian, menjadi pengurus organisasi profesi, menjadi instuktur/pelatih, dll.

Sebagai contoh, seorang guru golongan III/b yang memiliki angka kredit kumulatif 150. Untuk dapat naik golongan ke III/c, yang bersangkutan harus mengumpulkan angka kredit sekurangnya-kurangnya 50 untuk mencapai angka kredit kumulatif minimal 200 yang dipersyaratkan. Untuk jelasnya dari jumlah 50 disyaratkan, yang diperoleh dari unsur utama 45 (90 %) yakni 38 dari pembelajaran/bimbingan, 3 dari pengembangan diri, dan 4 dari publikasi ilmiah/karya inovatif, ditambah dengan unsur penunjang 5 (10 %). Selanjutnya, bagi guru yang telah mendukuki jabatan tertinggi sebagai Guru Utama, golongan ruang IV/d dengan angka kredit kumulatif minimal 850. Untuk dapat naik ke golongan IV/e, yang bersangkutan harus mengumpulkan angka kredit sekurang-kurangnya 200 untuk mencapai angka kredit kumulatif minimal 1.050 yang dipersyaratkan. Dari jumlah tersebut, sudah termasuk persyaratan/angkat kredit minimal yang dibutuhkan selain dari pembelajaran/bimbingan juga dari subunsur pengembangan diri sebesar 5 (lima) angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 20 (dua puluh) angka kredit. Bagi guru golongan tersebut sekurang-kurangnya dari subunsur publikasi ilmiah mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber ISBN serta 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber ISBN (International Standard Book Number).

Ancaman

Dari uraian di atas dapatlah dikemukakan, bahwa dalam penilaian kinerja guru maka harapan guru PNS untuk meraih impian tertinggi sangat berat. Persoalannya terletak pada kewajiban memenuhi target yang disyaratkan, antara lain yang paling berat pada subunsur publikasi ilmiah. Bayangkan saja, persyaratan untuk ke golongan IV/e, guru wajib menulis sekurang-kurangnya 1 buku pelajaran atau buku pendidikan bernomor registrasi buku standar internasional, yang tercetak di atas punggung buku karangannya. Dengan ISBN ini berarti buku karangan guru telah diterbitkan oleh salah satu penerbit buku nasional lengkap dengan nomor identitas judul buku, setelah mendapat legalisasi dari Lembaga Perpustakaan Nasional RI sebagai Badan Nasional yang berhak memberikan ISBN kepada para penerbit yang memerlukannya. Badan Nasional ini merupakan kepanjangan tangan Badan Internasional yang mengeluarkan ISBN berkedudukan di Berlin.

Tentu saja menjadi Guru Utama dengan pangkat golongan IV/e sekaligus pengarang buku ber ISBN sebuah impian tertinggi bagi guru. Akan tetapi, sebelum impian menjadi kenyataan, tengoklah saudara-saudara dekat guru dalam UUGD yang hidupnya jauh lebih sejahtera, yakni para dosen perguruan tinggi negeri golongan IV/d&e bergelar profesor doktor (Prof Dr), berapa jumlah buku pelajaran atau buku pendidikan ber ISBN yang ditulisnya? Tanyakan saja kepada mereka yang bergelar profesor doktor, mungkin jawabannya tidak ada sama sekali.

Lalu, bagaimana dengan guru, berapa jumlah buku yang ditulisnya? Jawabannya, mungkin juga tidak ada sama sekali. Justru yang ada, adalah fakta tentang banyaknya guru PNS golongan IV/a sulit ke golongan IV/b, disebabkan oleh karena hasil karya tulisnya selalu ditolak oleh tim penilai dari pusat berhubung tidak memenuhi syarat. Akibatnya, kebanyakan guru PNS pensiun di golongan IV/a. Sekarang ini dengan perhitungan angka kredit yang baru lebih sulit lagi, guru golongan III/b ke golongan III/c saja wajib membuat karya tulis ilmiah yang dipublikasikan paling kurang di media massa (koran) lokal dalam bentuk tulisan ilmiah popular dan/atau karya inovatif dengan angka kreditnya sebesar 4 (empat). Dengan melihat kenyataan ini, ke depan bukan tidak mungkin banyak guru PNS terancam pensiun di golongan III/b hanya karena persoalan pemenuhan kewajiban karya tulis ilmiah yang tidak terpenuhi. Memang bagi seorang profesor doktor menulis makalah adalah hal biasa. Tetapi menulis buku, mungkinkah bagi guru-guru? Jawabannya, mungkin saja! Sebab, Permen membuka peluang bagi siapapun guru PNS untuk bisa meraih pangkat dan golongan ruang tertinggi (IV/e). Tetapi dengan satu syarat, apabila guru yang bersangkutan dapat memenuhi kinerja yang dipersyaratkan yakni antara lain kemampuan menghasilkan karya tulis ilmiah, untuk kenaikan pangkat dan jabatan hingga mencapai golongan ruang IV/e.

Pembinaan Guru

Disebutkan di atas, bahwa jumlah angka kredit yang disyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru, antara lain bersumber dari unsur utama pengembangan diri guru dan publikasi ilmiah/karya inovatif. Untuk mencapai angka kredit yang disyaratkan atau untuk peningkatan kompetensi, dan pemberian tunjangan profesi, siapa pun guru baik guru PNS maupun guru bukan PNS wajib mengikuti berbagai upaya pembinaan keprofesian berkelanjutan yang akan dipersiapkan oleh pemerintah melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional. Salah satunya adalah program pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Dalam penilaian kinerja guru, maka PKB merupakan salah satu komponen pada unsur utama tersebut di atas yang kegiatannya diberikan angka kredit.

Kegiatan PKB ini dikembangkan atas dasar profil kinerja guru sebagai perwujudan dari hasil PK Guru yang didukung dengan hasil evaluasi diri. Untuk itulah PKB dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitas guru. Dengan PKB ini setiap guru dituntut untuk melakukan kegiatan utamanya: yakni 1) melaksanakan pengembangan diri dengan jalan mengikuti diklat fungsional dan melaksanakan kegiatan kolektif guru (KKG, MGMP, MKKS, MKPS, dll); 2) melaksanakan publikasi ilmiah dengan jalan membuat karya tulis ilmiah berupa laporan hasil penelitian dan tulisan ilmiah populer, serta membuat publikasi buku teks pelajaran; dan 3) membuat karya inovatif dengan jalan menemukan teknologi tepat guna, menemukan/menciptakan karya seni, membuat/memodifikasi alat pelajaran, serta mengikuti pengembangan kurikulum, penyusunan soal dan sejenisnya.

Upaya guru tersebut harus dilakukan secara berkelanjutan pada saat sebelum dan setelah pelaksanaan PK Guru. Hasil PKB selanjutnya menjadi acuan PK Guru untuk menunjang berbagai kepentingan terutama kenaikan jabatan, pangkat, dan golongan ruang bagi guru PNS. Berdasarkan hasil PK Guru ini, seorang guru PNS pada akhirnya diputuskan untuk naik pangkat atau tidak. Jadi, pelaksanaan PK Guru di satu sisi memberi peluang bagi guru untuk naik jabatan, pangkat, dan golongan, di sisi lain keberadaaannya boleh jadi ancaman bagi guru dengan kinerja buruk. Pasal 2 Permen Diknas nomor 35 tahun 2010 mengamanatkan, guru yang tidak dapat memenuhi kinerja yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat dan jabatan, padahal yang bersangkutan telah diikutsertakan dalam pembinaan pengembangan keprofesian, beban kerjanya dikurangi sehingga kurang dari 24 (dua puluh empat) jam tatap muka atau dianggap melaksanakan beban kerja kurang dari 24 (dua puluh empat jam) jam tatap muka. Pengurangan beban kerja bagi guru dengan kinerja buruk dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada guru yang bersangkutan, supaya memberbaiki dan meningkatkan kinerjanya melalui upaya pembinaan keprofesian berkelanjutan. Sebagaimana penjelasan Permen, bahwa guru yang mempunyai kinerja rendah wajib mengikuti pembinaan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Apabila telah dapat menunjukkan kinerja baik, diberi beban kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Aturan beban kerja guru sesuai PermenegPAN R&B Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, dalam Pasal 5 (ayat 2) yakni paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. Pengaturan beban kerja bagi penerima tunjangan sertifikasi guru juga jelas dan tegas, yakni menuntut beban kerja minimal 24 jam tatap muka dalam 1 minggu.

Pengurangan beban kerja berarti ancaman bagi upaya kenaikan pangkat dan kelanjutan pemberian tunjangan profesi. Hal ini kiranya menjadi pembelajaran penting bagi guru penerima tunjangan profesi khususnya untuk tidak bersenang-senang dengan beban kerja minimal 24 jam yang dijalaninya selama ini, sebab dengan aturan baru ini jumlah minimal tersebut bisa dikurangi apabila guru yang bersangkutan menunjukkan kinerja tidak memuaskan atau kinerja buruk. Yang dimaksud dengan kinerja tidak memuaskan atau buruk, adalah kinerja yang menurun. Contoh kinerja buruk, yakni guru sering tidak masuk sekolah, guru sering meninggalkan kelas saat pembelajaran berlangsung, guru sering bolos, guru bermasa bodoh, guru tidak mau maju/berubah, dan guru tidak peduli dengan upaya perbaikan atau peningkatan kompetensi/kinerjanya antara lain melalui program pengembangan keprofesian berkelanjutan.

Kondisi tersebut sebenarnya bukan rahasia umum. Menurut Kepala Pusat Pengembangan Profesi Pendidik, Unifah Rosyidi, bahwa pemerintah tidak akan menunda untuk melakukan evaluasi penilaian guru. Penilaian secara efektif akan dilakukan awal tahun 2013. Bahkan, juga sudah ada sanksi yang akan diberikan kepada para guru tidak berkualitas atau kinerjanya menurun. Di dalam proses evaluasi ini, juga ada konsekuensi terhadap tunjangan profesi, peningkatan karir, dan jabatan fungsional guru.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMP dan PMP) Kemdiknas Prof Dr. Syawal Gultom, bahwa saat ini Kemdiknas sedang mencari cara supaya guru bisa mengubah kinerja dan mulai tahun 2013 pihaknya akan merancang peraturan menteri (permen) yang akan mengukur standar kompetensi guru. Dikatakannya pula bahwa sebagai implikasi dari program penilaian kinerja, maka berimplikasi pada rencana penundaan pembayaran tunjangan guru yang kinerjanya tidak sesuai kompetensi. Karenanya dengan melalui PK Guru, penting bagi Diknas Kota/Kabupaten untuk mendata profil kinerja guru sebagai input dalam penyusunan program pengembangan keprofesian berkelanjutan, juga dalam penetapan perolehan angka kredit guru dalam rangka pengembangan karir guru, dan pemberian tunjangan profesi sebagaimana diamanatkan dalam Permen tersebut.

Akan tetapi, pelaksanaan PK Guru janganlah dipahami sebagai upaya untuk menyulitkan guru, supaya tunjangan profesinya terhenti dan upaya untuk kenaikan jabatan, pangkat, dan golongan tertunda. Tetapi justru sebaliknya, PK Guru dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang profesional, karena harkat dan martabat suatu profesi ditentukan oleh kualitas layanan profesi yang bermutu. Dan, sesungguhnya cita-cita Pemerintah yang tertuang dalam Permen, bahwa dengan PK Guru ini, diharapkan akan menghasilkan “insan yang cerdas dan berdaya saing tinggi”. Semoga!

DOWNLOAD PERATURAN PEMERINTAH TERKAIT:
1. PP Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS KLIK DI SINI...
2. UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya KLIK DI SINI...
3. Permen Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jababatan KLIK DI SINI...