Minggu, 08 Agustus 2010

Kebijakan Implementasi Pendidikan Budi Pekerti

Oleh : Imam Nashokha, S.Pd.
Pendidik di SMPN 8 Tanjung

Pendidikan di seluruh dunia kini sedang mengkaji kembali perlunya pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti atau pendidikan karakter dibangkitkan kembali. hal ini bukan hanya dirasa oleh bangsa dan masyarkat Indonesia, tetapi juga oleh negara-negara maju. Bahkan, di negara-negara industri di mana ikatan moral menjadi semakin longgar, masyarakatnya merasakan perlunya revival dari pendidikan moral yang pada akhir-akhir ini mulai diterlantarkan.

Munculnya kurikulum budi pekerti di tingkat persekolahan merupakan salah satu indikasi bahwa pendidikan budi pekerti sebagai salah satu media untuk membentuk watak dan karakter manusia Indonesia seutuhnya dipandang sangat penting. hal ini sangat beralasan karena jika kita mau mengakui secara jujur, masalah akhlak atau moralitas bangsa saai in sedang mengalami keprihatinan. Cobalah perhatikan berbagai fenomena kehidupan di masyarakat kita. Tawuran, penyalahgunaan narkotika, kurangnya rasa hormat anak kepada orang tua, penindasan, dan perilaku-perilaku menyimpang lainnya! Semua itu terjadi sebagai akibat dari merosotnya penghayatan masyarakat terhadap nilai-nilai budi pekerti yang bersumber dari agama maupun budaya luhur bangsa.

Untuk itulah, sebagai upaya mengimplementasikan pendidikan budaya dan karakter bangsa dengan metodologi pendidikan harus memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti, dan kecintaan terhadap budaya bangsa-bahasa Indonesia, Kabupaten Tabalong mengeluarkan kebijakan daerah melalui SURAT EDARAN BUPATI TABALONG Nomor B-545/DIK/UM/421/07/2010 tentang Pendidikan Akhlak Mulia dan Budi Pekerti, mulai tahun pelajaran 2010/2011 semua Sekolah/Madrasah mulai menerapkan Pendidikan Akhlak Mulia dan Budi Pekerti sebagai mata pelajaran tersendiri dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran/minggu.

Pembentukan dan penanaman nilai-nilai kehidupan dalam kegiatan pembelajaran, dituntut untuk keterlibatan dan kerja sama dari semua pihak. Khususnya bagi seorang guru atau pendidik untuk proses penanaman nilai ini dituntut adanya keteladanan.

Berkaitan dengan materi dan isi dari nilai-nilai yang akan ditanamkan, seorang guru yang sekaligus berperan sebagai pendidik dituntut untuk kereatif. kreatif menemukan kemungkinan untuk menawarkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Kreatif untuk berinisiatif untuk tekun mengolah perkembangan dan tuntutan yang ada tanpa meningalkan inti ajaran hidup. Hal ini berarti juga bahwa seorang guru harus terus-menerus belajar tentang makna hidup itu sendiri. (okha24)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar