Kamis, 07 Oktober 2010

Guru Profesional

Oleh: Imam Nashokha, S.Pd.

Berbicara tentang profesi kependidikan, bagaimanapun guru dan sepadanannya dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur dan fasilitator yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan merupakan bagian sentral yang terus layak untuk diperbincangkan, apalagi menyangkut nilai-nilai dan aspek profesionalitasnya dalam kependidikan.

Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 pasal 1 ayat 5, disebutkan bahwa tenaga kependidikan adalah “anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”. Pada ayat 6 pasal yang sama dilengkapi bahwa tenaga kependidikan termasuk “mereka yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan lainnya sesuai dengan disiplinnya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”. Selanjutnya pasal 39 ayat 2 dinyatakan bahwa “pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Mendasarkan pemahaman pada undang-undang No. 20 tahun 2003 di atas, maka terdapat 2 (dua) hal yang menjadi fokus penilaian terhadap tenaga kependidikan profesional, diantaranya:
1) Secara tegas dan legal dijelaskan bahwa guru harus memiliki kemampuan profesional dalam perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, pemimbingan, penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat, sebagai kemampuan dasar (core skills of teaching profession). Penguasaan satu dan atau dua kemampuan saja belum lah cukup dan bisa dikatakan sebagai guru professional.
2) Kompetensi guru profesional, harus didasarkan pada pengetahuan dan pemahaman terhadap peserta didik, pemahaman dan kemampuan menerapkan keterampilan dasar mengajar, pengetahuan dan kemampuan untuk memotivasi peserta didik, pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkan teori belajar serta pemahaman terhadap kurikulum dan kemampuan mengidentifikasi ide dasar kurikulum.

Guru sebagai figur dan pencetak sumber daya manusia yang berkualitas, selain dituntut untuk memiliki beberapa keahlian seharusnya juga melek angka (numerate), melek ilmu (science literacy), melek budaya (cultur literacy), memiliki kecerdasan spiritual (spiritual intelligence), kecerdasan emosi (emotional intelligence) dan kecerdasan intelektual (intellectual intelligence) yang baik. Dengan kata lain penyebutan guru profesional ditambatkan bagi mereka yang memiliki multi skill dan kepribadian luhur.

Guru “iku digugu omongane lan ditiru kelakoane”. Guru itu perkataannya selalu diperhatikan dan perbuatannya selalu menjadi teladan. Menyandang profesi guru yang merupakan pejabat publik dan seolah terus dinilai tindak tanduknya bukan pekerjaan yang ringan, apalagi dengan tuntutan harus profesional. Bermodal jiwa teladan dan berwibawa saja, saat ini tidak cukup. Figur guru secara keseluruhan harus mampu memberikan pelajaran ilmu pengetahuan, mendidik, membimbing dan membentuk karakter moral yang baik bagi siswa, memiliki segenap potensi dan berbagai disiplin yang matang pada proses pendidikan. Dengan demikian penentu kualitas proses dan hasil pendidikan tertumpu pada guru.

Mutu pendidikan substansinya ditentukan oleh beberapa faktor penting, diantaranya: menyangkut input, proses, dukungan lingkungan, sarana dan prasarana. Input berkaitan dengan kondisi peserta didik (minat, bakat, potensi, motivasi, sikap), proses berkaitan dengan penciptaan suasana pembelajaran, yang banyak diperankan dan menuntut kreativitas pendidik (guru), dukungan lingkungan berkaitan dengan suasana dan kondisi yang mendukung proses pembelajaran seperti lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar. Sedangkan sarana dan prasarana adalah perangkat yang dapat memfasilitasi aktivitas pembelajaran, seperti gedung, alat-alat laboratorium, komputer dan sebagainya.

Melihat pada aspek dominasi penting seorang guru, yang tidak hanya berperan sebagai pendidik, penyelenggara dan perencana pendidikan berkualitas. Maka, upaya untuk terus mengembangkan dan mendesain model kurikulum pendidikan bagi guru profesional terus diaplikasikan, yaitu:
1) School Based Teacher Education (SBTE), model penyelenggaraan pendidikan guru yang berorientasi pada: (a) penyelenggaraan pendidikan semata-mata diselenggarakan di sekolah; dan (b) permasalahan tentang pendidikan guru diserap dari lapangan. Dari dua orientasi dan ciri tersebut, maka kurikulum yang dikembangkan terbatas kepada kepentingan peserta didik yang dirumuskan sekolah.
2) Collaborative Teacher Education (CTE), model pengembangan SBTE bahwa guru (pamong) di sekolah latihan dapat bekerjasama dengan dosen pembimbing dalam memecahkan persoalan kebutuhan praktikan (mahasiswa pendidikan guru), dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan pembelajaran bagi peserta didik sampai pada format evaluasi yang baik.
3) Competency Based Teacher Education (CBTE), adalah model penyelenggaraan pendidikan guru yang kurikulumnya dikembangkan berdasarkan ukuran kemampuan atau kecakapan yang harus dikuasai oleh lulusan. Kurikulum pendidikan ini tidak hanya dikembangkan oleh lembaga penyelenggara, namun yang lebih penting adalah pengakuan dan justifikasi dari lembaga atau masyarakat pengguna. Kelembagaan inilah yang pada dasarnya akan memberikan lisensi (license) bagi lulusan untuk menjalankan tugas profesionalnya sebagai tenaga pendidik.

Orientasi akhir sebagai produk pendikan guru profesional, bahwa guru harus mempunyai kompetensi kependidikan, mulai dari penguasaan bahan, administrasi, strategi dan metode pengajaran, pengelolaan kelas, mengenal peserta didik, mengembangkan media pengajaran secara ITC (infomation, technology and computerise), mengevaluasi hasil belajar, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, serta melaksanakan penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat luas. Dalam prosesnya terjadi keterkaitan timbal balik antara perilaku mengajar, interaksi pengajaran, perilaku belajar dan hasil belajar. Artinya, yang disebut sebagai guru masa depan adalah mereka yang mampu merencanakan dan mengelola perubahan baik bersifat kebijakan administratif maupun substansi pendidikan yang bersifat makro, messeo dan mikro (pembelajaran).

Berkaitan dengan pelayanan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat masa depan (modern) dalam persaingan yang dinamis, untuk menciptakan manusia-manusia Indonesia berkualitas. Maka, seorang guru dituntut mampu: (a) menerima perubahan sebagai suatu ciri kehidupan; (b) memahami berbagai akibatnya bagi organisasi pendidikan; (c) mengidentifikasi perlunya perubahan; serta (d) merencanakan, melaksanakan, serta mengevaluasi perubahan. Guru yang sesuai dengan kondisi globalisasi adalah guru yang mampu menguasai dan mengendalikan perubahan-perubahan yang berwawasan IPTEK, mempunyai kemampuan dalam mengantisipasi, mengakomodasi, serta mereorientasi terhadap perkembangan yang ada.

Mengantisipasi perkembangan IPTEK mencakup kemampuan intelektual dan sikap yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan, yang pada gilirannya mengantarkan peserta didik kepada tingkat penguasaan dan pengendalian terhadap situasi yang selalu berubah. Mengakomodasi pelbagai perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk dijadikan bahan pemikiran bagi peserta didik dalam rangka pendidikan dan pelatihan dengan menggunakan jalur logika berpikir ilmiah yang benar. Realita tersebut dicari saling keterhubungannya, sebab akibatnya dan cara pemecahannya. Mereorientasi perubahan yang ada dengan cara merefleksi dan mengevaluasi untuk memperoleh hal-hal baru serta mengembangkan kemampuan yang telah dimiliki, secara seimbang pada wilayah personal, sosial dan spiritual yang sehat bagi keberlangsungan hidup kemanusiaan.
Pada akhirnya, sepakat bahwa dalam konteks guru profesional minimun harus mempunyai kriteria: (a) Kompetensi konseptual, seorang guru mempunyai dasar teori dari pekerjaan yang menjadi konsentrasi keahliannya; (b) Kompetensi teknis, seorang guru mempunyai kemampuan keterampilan dasar yang dibutuhkan dari pekerjaan dan menjadi konsentrasi keahliannya; (c) Kompetensi kontekstual, seorang guru memahami landasan sosial, ekonomi, budaya profesi dan menjaga kelestarian lingkungan hidup yang dikerjakan sesuai konsentrasi keahliannya; (d) Kompetensi adaptif, seorang guru mempunyai kemampuan penyesuaian diri dengan kondisi yang berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta (d) Kompetensi interpersonal, Seorang guru mempunyai kemampuan mengkomunikasikan secara efektif gagasan dari orang ke orang lain melalui cara-cara simbolis (bahasa tertulis atau percakapan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar